Feeds:
Posts
Comments

Archive for January, 2011

Terkecoh, tapi senang…

Sekeluar dari pintu theater XXI, wajah-wajah para penonton film “The Tourist” menunjukkan keceriaan. Tampak puas dan tersenyum simpul, karena masih terbayang ending film yang dibintangi oleh Angelina Jolie (memerankan Elise) dan Johny Depp (sebagai Frank) itu. Senyum simpul lebih dikarenakan kekagetan saat semua penonton terkecoh oleh tokoh Frank -seorang manipulator finansial- yang membuka penyamarannya selama ini sebagai turis lugu berprofesi sebagai guru matematika yang dipercaya berbagai kalangan (polisi, agen intelijen, dan bos mafia). Ia sukses membangun image turis yang guru matematika untuk menyembunyikan identitas dirinya dari kejaran pembunuhan mantan bos mafia.

Semua penonton terkecoh, tapi senang. Dan untuk memperoleh dua hal itu para penonton harus membayar. Meski demikian, tampak jelas bahwa harga yang dibayar memang pantas untuk memperoleh nilai hiburan yang dikejar, yakni menikmati adu peran bintang ternama dan mengikuti alur cerita film yang cukup menegangkan.

Holywood memang pintar mengeruk uang dari saku penonton di seluruh dunia. Dimensi hiburan yang disajikan secara sophisticated mampu meningkatkan demand di seluruh dunia. Demand ini di-create dengan melakukan promosi besar-besaran dan gala dinner di berbagai tempat, plus publisitas media global yang tak kenal batas. Dengan cara-cara itu para artis ternama didongkrak popularitasnya untuk meningkatkan nilai jual film. Dan hasilnya, ya seperti para penonton yang baru saja keluar dari pintu theater XXI tadi. Tersenyum puas, meski baru saja dikecoh dan harus bayar pula.

Ha ha ha.., ya memang begitulah cara kerja konsumerisme… saya pun jadi korbannya tadi malam….

Read Full Post »

Namanya juga penggoda, maka fungsinya adalah untuk menggoda agar target sasaran berpindah perhatiannya. Di ranah promosi (marketing) kita kenal dengan istilah teaser yang dimunculkan untuk mengganggu target market agar perhatiannya berpindah atau minimal terbelah. Teaser ini biasanya berupa iklan yang bernuansa sensasional dan bombastis. Para kreator iklan percaya bahwa teaser ini akan menggiring target market untuk memperhatikan iklan produk yang dimunculkan segera setelahnya.

Tak hanya di marketing, bidang-bidang lain pun jamak menggunakan strategi ini untuk merengkuh perhatian. Praktisi politik termasuk yang intensif menggunakan strategi ini misalnya dalam arena pemilihan pengurus, pemilihan anggota dewan wakil rakyat, hingga pemilihan presiden. Lalu, jangan salah kira, pemerintahan pun sering melakukannya, misalnya dalam rangka meredam isu-isu publik yang diprediksi bakal merugikan citra pemerintahan.

Termasuk foto di atas yang dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian pengemudi di belakang bus agar menjadi lebih fresh dan tidak mengantuk….he he he…

Read Full Post »

Media memang berpihak. Tak percaya? Coba simak, ketika TV atau koran  memiliki julukan berbeda-beda untuk menyebut satu hal yang sama.  Al Jazeera menyebut para pelempar mortir di Jalur Gaza dengan sebutan ‘pejuang’ Palestina, sementara CNN menyebut mereka ‘teroris’. Ini memperlihatkan keberpihakan media pada pihak tertentu secara terang benderang.

Pemihakan media di dalam negeri pun juga terlihat. Metro TV yang dimiliki Surya Paloh dengan gencar memberitakan kegiatan bos nya ini dalam kancah politik baik ketika kampanye pilpres (liputan partai Golkar) maupun sekarang (liputan organisasi Nasional Demokrat) dengan porsi yang masif. Jadi jangan harap TV ini menayangkan kegiatan partai lain atau orsospol lain dengan porsi yang sama besar. Beberapa koran pun melakukan hal yang sama. Coba perhatikan koran kuning Rakyat Merdeka, dimana hampir semua kebijakan pemerintah dianggap salah oleh koran ini. Barangkali keberpihakannya adalah kepada sisi pijak oposisi, karena dengan demikian ia memperoleh topik berita yang angle nya sensasional sehingga memiliki nilai jual di masyarakat.

Namun betulkah semua media berpihak, even media yang termasuk right wing sekalipun? Ya memang betul berpihak. Masih nggak percaya? Coba simak headline Kompas kemarin (Senin 10 januari 2011) tentang “Lonjakan Penduduk Mengkhawatirkan” yang dilengkapi dengan berbagai data statistik. Kalau kita kritisi, mengapa sudut pandang (angle) mengkhawatirkan ini yang diangkat? Mengapa bukan angle bertambahnya jumlah penduduk ini berarti bertambah pula tenaga produktif yang memungkinkan peningkatan skala produksi nasional? Jadi, angle nya lebih ke arah positif dibanding headline Kompas yang ke arah negatif. Ya ‘kan? Why not? Ini memang juga memperlihatkan keberpihakan media pada hal-hal tertentu yang menurutnya lebih mendesak untuk diberi perhatian. Tak terkecuali juga media-media yang lebih segmented yang memiliki area bahasan lebih sempit (majalah, tabloid, dll).

Oleh karena itu, dengan makin banyaknya merek, jenis, kategori, maupun platform media, kita dituntut untuk makin bijak mengelola informasi yang kita kunyah ini. Media memang berpihak, namun kita perlu menerawang kemana arah keberpihakannya.

Read Full Post »

Apa hubungan antara aspal jalanan dengan kejujuran? Mudah menebaknya, karena aspal jalan merupakan indikator realisasi penggunaan uang pajak untuk perbaikan sarana umum.

Selasa (28/12 ’10) yang lalu kami melahap jalur hutan jati dari kota Jogja – Wonosari di propinsi DIY – Pacitan di Propinsi Jawa Timur. Jalur Jogja hingga Wonosari ujung yang berbatasan dengan propinsi Jawa Tengah terasa mulus dengan aspal hotmix yang hitam legam. Mobil melesat dengan nyaman dan menidurkan seluruh penumpangnya saat speedometer di dashboard bergerak di kisaran 80 – 100 km/jam. Namun begitu lepas dari DIY, jalanan tiba-tiba bergejolak dan penuh lobang yang dalam. Seluruh penumpang terbangun dan mengomel, sementara kecepatan mobil hanya bisa di kisaran 40 – 50 km/jam saja. Beberapa daerah kami lewati seperti Pracimantoro, Giritontro, Giriwoyo dan Punung. Memasuki Kabupaten Pacitan, jalanan mendadak mulus kembali meskipun bukan hotmix. Aspal kasar di tengah dibaur dengan hotmix tambalan di tepi kiri jalan, namun pengerjaannya sangat bagus sehingga tak terasa ada guncangan saat diterjang. Mobil bisa melesat kembali dengan lebih cepat seperti saat di DIY.

Saat melewati jalur hutan jati tersebut, saya jadi teringat kembali berita tentang Propinsi DIY yang menempati posisi teratas di Indonesia sebagai propinsi yang terbersih dari korupsi. Indeks yang dirilis KPK ini seolah ditegaskan oleh mulusnya jalanan di seluruh propinsi DIY, bahkan hingga lokasi paling pelosok sekalipun, yang menandakan seriusnya penggunaan dana perbaikan sarana umum jalan tanpa disunat kanan-kiri. Pada level sedikit di bawahnya, apresiasi harus ditujukan kepada kabupaten Pacitan yang juga memoles jalanannya hingga mulus. Bisa dipastikan korupsi dana sarana umum jalan disana juga sedikit.

Tingkat korupsi yang rendah tentu menandakan sikap kerja para aparatnya, yang merupakan cerminan sikap hidup mereka sehari-hari. Dengan observasi sederhana ini, saya rasa saya sudah berbicara apa adanya. Selamat untuk para aparat yang jujur di DIY dan Pacitan. Salut saya untuk Anda semua…

Read Full Post »